Bioinformatika
Pendahuluan
Bioinformatika, sesuai dengan asal katanya yaitu
“bio” dan “informatika”, adalah gabungan antara ilmu biologi dan ilmu teknik
informasi (TI). Pada umumnya, Bioinformatika didefenisikan sebagai aplikasi
dari alat komputasi dan analisa untuk menangkap dan menginterpretasikan
data-data biologi. Ilmu ini merupakan ilmu baru yang yang merangkup berbagai
disiplin ilmu termasuk ilmu komputer, matematika dan fisika, biologi, dan ilmu
kedokteran (Gambar 1), dimana kesemuanya saling menunjang dan saling bermanfaat
satu sama lainnya [1]. Ilmu bioinformatika lahir atas insiatif para ahli ilmu
komputer berdasarkan artificial intelligence. Mereka berpikir bahwa
semua gejala yang ada di alam ini bisa diuat secara artificial melalui simulasi
dari gejala-gejala tersebut. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan data-data yang
yang menjadi kunci penentu tindak-tanduk gejala alam tersebut, yaitu gen yang
meliputi DNA atau RNA. Bioinformatika ini penting untuk manajemen data-data
dari dunia biologi dan kedokteran modern. Perangkat utama Bioinformatika adalah
program software dan didukung oleh kesediaan internet.
Kemajuan ilmu Bioinformatika ini lebih didesak
lagi oleh genome project yang dilaksanakan di seluruh dunia dan
menghasilkan tumpukan informasi gen dari berbagai makhluk hidup, mulai dari
makhluk hidup tingkat rendah sampai makhluk hidup tingkat tinggi. Pada tahun
2001, genom manusia yang terdiri dari 2.91 juta bp (base-pare, pasangan basa)
telah selesai dibaca [2]. Baru-baru ini genom mikroba Plasmodium penyebab
Malaria dan nyamuk Anopheles yang menjadi vector mikroba tersebut juga
telah berhasil dibaca [3-4]. Dan masih banyak lagi gen-gen dari makhluk hidup
lainnya yang sudah dan sedang dibaca. Semua data-data yang dihasilkan dari genome
project ini perlu di susun dan disimpan rapi sehingga bisa digunakan untuk
berbagai keperluan, baik keperluan penelitian maupun keperluan di bidang medis.
Dalam hal ini peranan Bioinformatika merupakan hal yang esensial. Dengan
Bioinformatika, data-data ini bisa disimpan dengan teratur dalam waktu yang
singkat dan tingkat akurasi yang tinggi serta sekaligus dianalisa dengan
program-program yang dibuat untuk tujuan tertentu. Sebaliknya Bioinformatika
juga mempercepat penyelesaian genome project ini karena Bioinformatika
mensuplay program-program yang diperlukan untuk proses pembacaan genom ini.
Walaupun manajemen data melalui Bioinformatika ini sangat penting dalam
berbagai bidang, penulis akan menfokuskan pembicaraan pada peranan
Bioinformatika dalam dunia kedokteran. Dalam tulisan ini akan dibahas secara
detil tentang peranan Bioinformatika dalam dunia kedokteran mulai dari
penyimpanan data klinis pasien untuk pemberian obat yang cocok dengan pasien
tersebut, identifikasi agent penyebab suatu penyakit baru dan penemuan
diagnosa untuk penyakit tersebut, sampai pada penemuan obat atau vaksin untuk
penanggulangan suatu penyakit.
Bioinformatika
dalam Dunia Kedokteran
1. Bioinformatika
dalam bidang klinis
Perananan Bioinformatika dalam bidang klinis ini
sering juga disebut sebagai informatika klinis (clinical informatics).
Aplikasi dari clinical informatics ini adalah berbentuk manajemen
data-data klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR)
yang dikembangkan oleh Clement J. McDonald dari Indiana University School of
Medicine pada tahun 1972 [5]. McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR
pada 33 orang pasien penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR ini telah
diaplikasikan pada berbagai penyakit. Data yang disimpan meliputi data analisa
diagnosa laboratorium, hasil konsultasi dan saran, foto ronsen, ukuran detak
jantung, dll. Dengan data ini dokter akan bisa menentukan obat yang sesuai
dengan kondisi pasien tertentu. Lebih jauh lagi, dengan dibacanya genom
manusia, akan memungkinkan untuk mengetahui penyakit genetic seseorang,
sehingga personal care terhadap pasien menjadi lebih akurat. Sampai saat
ini telah diketahui beberapa gen yang berperan dalam penyakit tertentu beserta
posisinya pada kromosom. Informasi ini tersedia dan bisa dilihat di home page National
Center for Biotechnology Information (NCBI) pada seksi Online Mendelian
in Man (OMIM) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=OMIM). OMIM
adalah search tool untuk gen manusia dan penyakit genetika (Gambar 2).
Selain berisikan informasi tentang lokasi gen suatu penyakit, OMIM ini juga
menyediakan informasi tentang gejala dan penanganan penyakit tersebut beserta
sifat genetikanya. Dengan demikian, dokter yang menemukan pasien yang membawa
penyakit genetika tertentu bisa mempelajarinya secara detil dengan mengakses
home page OMIM ini. Sebagai salah satu contoh, jika kita ingin melihat tentang
kanker payudara, kita tinggal masukan kata-kata “breast cancer” dan
setelah searching akan keluar berbagai jenis kanker payudara. Kalau kita ingin
mengetahui lebih detil tetang salah satu diantaranya, kita tinggal klik dan
akan mendapatkan informasi detil mengenai hal tersebut beserta posisi gen
penyebabnya di dalam koromosom. Gambar 3 adalah salah satu hasil searching dari
breast cancer.
2.
Bioinformatika untuk identifikasi agent penyakit baru
Bioinformatika juga menyediakan tool yang esensial untuk identifikasi agent penyakit yang belum dikenal penyebabnya.
Banyak sekali contoh-contoh penyakit baru (emerging diseases) yang muncul dalam
dekade ini, dan diantaranya yang masih hangat di telinga kita tentu saja SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome). Pada awal munculnya penyakit ini, ada beberapa
pendapat tentang penyebabnya. Dari gejala pengidap SARS, diperkirakan bahwa
penyakit ini disebabkan oleh virus influenza karena gejalanya mirip dengan
gejala pengidap influenza. Tetapi virus influenza tidak terisolasi dari pasien,
sehingga dugaan ini salah. Selain itu juga diperkirakan bahwa penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Candida
karena
bakteri ini terisolasi dari beberapa pasien. Tapi karena hanya terisolasi dari
sebagian kecil pasien, perkiraan ini juga salah. Akhirnya ditemukan bahwa dari
sebagian besar pasien SARS terisolasi virus corona yang jika dilihat dari
morfologinya. Sekuen genom virus ini kemudian dibaca dan dari hasil analisa
dikonfirmasikan bahwa penyebab SARS adalah virus corona yang telah berubah
(mutasi) dari virus corona yang ada selama ini [6]. Dalam rentetan proses ini,
Bioinformatika memegang peranan penting. Pertama pada proses pembacaan genom
virus corona. Karena di database
seperti
GenBank, EMBL (European Molecular Biology Laboratory), dan DDBJ (DNA Data Bank
of Japan) sudah tersedia data sekuen beberapa virus corona, yang bisa digunakan
untuk men-design primer yang digunakan untuk amplifikasi DNA virus SARS ini.
Software untuk mendesign primer juga tersedia, baik yang gratis yang bisa kita
gunakan online maupun yang komersial yang berupa software. Diantara yang gratis
adalah Web
primer yang
disediakan oleh Stanford Genomic Resources
(http://genome-www2.stanford.edu/cgi-bin/SGD/web-primer), GeneWalker yang disediakan oleh Cybergene AB
(http://www.cybergene.se/primerdesign/genewalker), dlsb. Untuk yang komersial
ada seperti Primer
designer yang
dikembangkan oleh Scientific & Education Software, dan pada software-software
untuk analisa DNA lainnya seperti Sequencher (GeneCodes Corp.), SeqMan II (DNA STAR Inc.), Genetyx (GENETYX Corp.), DNASIS (HITACHI Software), dll.
Berikutnya Bioinformatika juga berperan
dalam mencari kemiripan sekuen (homology alignment) virus yang didapatkan
dengan virus lainnya. Dari hasil analisa virus SARS diketahui bahwa genom virus
corona penyebab SARS berbeda dengan virus corona lainnya, sehingga virus ini
dinamakan virus SARS (SARS-CoV). Perbedaan ini diketahui dengan menggunakan homolgy alignment dari sekuen virus SARS. Untuk keperluan ini
tersedia beberapa tool. Diantaranya ada BLAST (Basic Local Alignment Search
Tool) yang tersedia di NCBI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) (Gambar
4A), di EMBL (http://www.ebi.ac.uk/blastall/) (Gambar 4B), dan di DDBJ
(http://www.ddbj.nig.ac.jp/E-mail/homology.html) (Gambar 4C). Selain itu juga
ada FASTA yang dapat diakses di EMBL (http://www.ebi.ac.uk/fasta33/index.html),
di DDBJ (http://www.ddbj.nig.ac.jp/E-mail/homology.html), dll.
Selanjutnya,
Bioinformatika juga berfungsi untuk analisa posisi sejauh mana suatu virus
berbeda dengan virus lainnya. Untuk analisa ini biasanya digunakan CLUSTAL W
(software untuk multiple
alignment dan tree making) yang dapat diakses di EMBL (http://www.ebi.ac.uk/clustalw/index.html)
atau di DDBJ (http://www.ddbj.nig.ac.jp/E-mail/clustalw-e.html). Data yang
telah dianalisa diekspresikan dengan software “Tree View” yang bisa didownload
dengan gratis dari berbagai situs tersebut. Dengan menggunakan tool ini dianalisa beberapa protein virus SARS
dan didapatkan hasilnya bahwa virus SARS berbeda dengan virus Corona lainnya
(Gambar 7) [6].
3.
Bioinformatika untuk diagnosa penyakit baru
Untuk penyakit baru diperlukan diagnosa
yang akurat sehingga bisa dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat
ini sangat diperlukan untuk penanganan pasien seperti pemberian obat dan
perawatan yang tepat. Jika pasien terinfeksi virus influenza dengan panas
tinggi, hanya akan sembuh jika diberi obat yang cocok untuk infeksi virus
influenza. Sebaliknya, tidak akan sembuh kalau diberi obat untuk malaria.
Karena itu, diagnosa yang tepat untuk suatu penyakit sangat diperlukan. Selain
itu, diagnosa juga diperlukan untuk menentukan tingkat kematian (mortality)
dari suatu agent
penyakit.
Artinya, semakin tinggi angka kematian ini, semakin berbahaya agent tersebut. Angka ini dihitung dengan
menghitung jumlah pasien yang meninggal (D) dibagi dengan jumlah total pasien
pengidap penyakit tersebut (P) (=D/P). Pada kasus SARS, gejala yang muncul
mirip dengan gejala flu, sehingga dari gejala saja tidak bisa dibedakan apakah
dia mengidap SARS atau mengidap flu. Diagnosa ini penting karena akan
menentukan tingkat keganasan suatu agent yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil terhadap penyakit
tersebut.
Ada beberapa cara untuk diagnosa suatu
penyakit. Diantaranya isolasi agent
penyebab
penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi yang dihasilkan
dari infeksi dengan teknik enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA),
dan deteksi gen dari agent
pembawa
penyakit tersebut dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR).
Isolasi agent
pembawa
penyakit memerlukan waktu yang lama. Teknik ELISA bisa dilakukan dalam waktu
yang pendek, namun untuk tiap-tiap penyakit kita harus mengembangkan teknik
tersebut terlebih dahulu. Untuk pengembangannya ini memerlukan waktu yang lama.
Yang banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini simpel,
praktis dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah design primer untuk
amplifikasi DNA. Untuk mendesign primer ini diperlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang
telah diuraikan di atas. Di sinilah Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih
dahulu dengan menggunakan enzim Reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR.
Dua step reverse
transcription dan
PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya dinamakan RT-PCR. Karena PCR ini
hanya bersifat kualitatif, sejak beberapa tahun yang lalu telah dikembangkan
teknik
Real Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi
tingkat emergensinya. Pada Real
Time PCR ini
selain primer diperlukan probe
yang
harus didesign sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan
software atau program Bioinformatika. Untuk penyakit SARS sendiri sekarang
telah tersedia kit RT-PCR yang dikembangkan oleh Takara Bio Inc., dengan nama
komersial CycleaveRT-PCR
SARS virus Detection Kit [7].
Selain itu Roche Diagnostics juga juga tengah mengembangkan kit untuk deteksi
virus SARS. Keberhasilan pengembangan kit ini tidak terlepas dari didorong
kemajuan Bioinformatika.
4.
Bioinformatika untuk penemuan obat
Usaha penemuan obat biasanya dilakukan
dengan penemuan zat/senyawa yang bisa menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab penyakit. Karena banyak faktor
yang bisa mempengaruhi perkembangbiakan agent tersebut, faktor-faktor itulah yang
dijadikan target. Diantara faktor tersebut adalah enzim-enzim yang diperlukan
untuk perkembangbiakan suatu agent. Langkah pertama yang dilakukan adalah
analisa struktur dan fungsi enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa
zat/senyawa yang bisa menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut. Penemuan obat
yang efektif adalah penemuan senyawa yang berinteraksi dengan asam amino yang
berperan untuk aktivitas (active
site) dan
untuk kestabilan enzim tersebut. Karena itu analisa struktur dan fungsi enzim
ini biasanya difokuskan pada analisa asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan untuk kestabilan enzim tersebut.
Analisa ini dilakukan dengan cara mengganti asam amino tertentu dan menguji
efeknya. Sebelum perkembangan Bioinformatika, analisa penggantian asam amino
ini dilakukan secara random
sehingga
memakan waktu yang lama. Dengan adanya Bioinformatika, data-data protein yang
sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik data sekuen asam amino-nya
seperti yang ada di SWISS-PROT (http://www.ebi.ac.uk/swissprot/) maupun
struktur 3D-nya yang tersedia di Protein Data Bank (PDB)
(http://www.rcsb.org/pdb/). Dengan database yang tersedia ini, enzim yang baru
ditemukan bisa dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga bisa diperkirakan
asam amino yang berperan untuk active site dan kestabilan enzim tersebut. Hasil
perkiraan kemudian diuji di laboratorium. Dengan demikian, akan lebih menghemat
waktu dari pada analisa secara random. Setelah penemuan asam amino yang
berperan sebagai active
site dan
untuk kestabilan enzim tersebut, kemudian dicari atau disintesa senyawa yang
bisa berinteraksi dengan asam amino tersebut. Sebelumnya pencarian atau sintesa
senyawa juga dilakukan secara random. Dengan data yang tersedia di PDB, bisa
dilihat struktur 3D suatu enzim termasuk active site-nya, sehingga bias diperkirakan bentuk
senyawa yang akan berinteraksi dengan active site tersebut. Dengan demikian, kita cukup hanya
mensintesa senyawa yang diperkirakan akan berinteraksi, sehingga obat terhadap
suatu penyakit akan jauh lebih cepat ditemukan dari pada mencari secara random. Cara ini dinamakan “docking” dan telah banyak digunakan oleh
perusahaan farmasi untuk penemuan obat baru. Untuk enzim dari agent penyakit baru bisa dilakukan dengan homology modeling menggunakan enzim yang sudah ada struktur
3D-nya sebagai referensi. Misalnya penemuan obat SARS. Sekarang tengah
diusahakan mencari inhibitor enzim protease SARS. Karena virusnya juga baru,
otomatis belum ada data 3D-nya di PDB. Tetapi karena data coronavirus
sebelumnya tersedia di PDB, data ini digunakan untuk homology modeling protease dari virus SARS [8]. Dari homology modeling didapatkan struktur 3D proteinase dari
virus SARS (Gambar 8A). Dari hasil analisa docking diperkirakan bahwa senyawa AG7088 bisa
dijadikan leader
compound (senyawa
induk) untuk penemuan obat anti virus corona termasuk anti virus SARS (Gambar
8B).
Analisa docking dan homology modeling seperti ini memerlukan software yang
harganya agak mahal sehingga hanya dimiliki oleh lembaga penelitian dan
perusahaan farmasi. Diantara software tersebut adalah Insight II (Accelrys Inc.) dan The Molecular Operating
Environment (MOE,
Scalable Software), dua software yang banyak dipakai. Walaupun dengan sarana
Bioinformatika bisa diperkirakan senyawa yang berinteraksi dan menekan fungsi
suatu enzim, hasilnya harus dikonfirmasi melalui eksperiment di laboratorium.
Namun dengan Bioinformatika, semua proses ini bisa dilakukan lebih cepat
sehingga lebih efesien baik dari segi waktu maupun finansial.
5.
Kesimpulan
Bioinformatika merupakan ilmu yang esensial
dalam dunia Biologi dan Kedokteran modern. Tidak berlebihan kalau saat ini
dunia Biologi dan Kedokteran tidak akan jalan tanpa Bioinformatika.
Perananannya mencakupi dari manajemen data klinis pasien, diagnosa penyakit,
sampai pada penemuan obat penyakit. Bahkan di masa yang akan datang diramalkan
bahwa manusia akan bias mendapat personal care sesuai dengan sifat genetikanya. Namun
hasil analisa melalui Bioinformatika tidak bisa langsung digunakan dan harus
melalui uji langsung di laboratorium dan uji kilinis (clinical test). Ini
disebabkan karena analisa melalui Bioinformatika adalah hasil simulasi yang
harus dibuktikan lagi. Seperti ilmu-ilmu lainnya, Bioinformatika juga tidak
bisa berdiri sendiri dan harus didukung oleh disiplin ilmu lain yang
mengakibatkan saling membantu dan menunjang dan harus bermanfaat untuk
kepentingan manusia.
Comments