Skip to main content

MEKANISME RESPON IMUN PADA UDANG


Oleh
Indra Fauzi Sabban
14/372574/PBI/1279
Udang mempunyai daya tahan alami yang bersifat non spesifik terhadap organisme patogen berupa pertahanan fisik (mekanik), kimia, seluler dan humoral. Daya tahan alami ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga terdapat tingkatan yang berbeda-beda tergantung strain, lingkungan pemeliharaan, spesies maupun famili (Bellanti, 1989 dalam Ridlo A, Pramesti R, 2009).
Sistem pertahanan pada udang masih sangat primitif dan tidak memiliki sel memori, tidak sama halnya dengan hewan vertebrata lainnya yang sudah mempunyai antibodi spesifik dan komplemen. Sistem kekebalan tubuh pada udang tidak mempunyai immunoglobulin yang berperan dalam mekanisme kekebalan, udang hanya mempunyai sistem kekebalan alami.
Sistem imun udang tergantung pada proses pertahanan non spesifik sebagai pertahanan terhadap infeksi (Lee et al., 2004). Pertahanan pertama terhadap penyakit pada udang dilakukan oleh hemosit melalui fagositosis, enkapsulasi dan nodule formation. Aktifitas fagositosis dapat ditingkatkan dengan mengaktifkan sistem prophenol oksidase (Pro-PO) yang berada dalam hemosit semigranular dan granular (Selvin et al., 2004 dalam Ridlo A, Pramesti R, 2009).
Sel hemosit pada udang berperan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pertahanan tubuh, meliputi:
1        Fagositosis
2        Proses koagulasi dan pelepasan Prophenoloksidase
3        Sintesis α2 macroglobulin, agglutinin dan antibacterial peptide
4        Haemogram, yang meliputi :
a.       Total Haemocyte Count (THC)
b.      Differential Haemocyte Count (DHC)
Hemosit udang yang berperan untuk sistim kekebalan tubuh, dibedakan menjadi tiga yaitu, sel hyaline, semigranular dan granular, yang terdiri dari sistem pertahanan seluler serta sistem pertahanan tubuh hormonal. Hemosit merupakan faktor pertahanan seluler dan humoral yang penting sebagai pertahanan tubuh melawan serangan organisme patogen yang dimiliki udang.
Biasanya sel hemosit memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan, dimana jika udang hidup didaerah yang buruk maka aktivitas hemositnya akan meningkat dan sebaliknya, jika udang hidup pada kondisi lingkungan yang normal maka aktivitas hemositnya akan normal juga.
Respon seluler atau pertahanan seluler pada sel hemosit yakni pertama, hemosit mengeluarkan partikel asing dalam hemocoel melalui fagositosis, enkapsulasi  dan  aggregasi nodular. Kedua, hemosit berperan  dalam penyembuhan luka melalui cellular clumping  serta  membawa dan  melepaskan  prophenoloxidase system (proPO). Hemosit juga berperan dalam sintesa dan pelepasan molekul penting hemolim  seperti        α2-macroglubulin  (α2M), agglutinin, dan peptida antibakteri. Sel hyalin merupakan tipe sel yang paling kecil dengan ratio  nukleus sitoplasma tinggi dan tanpa atau hanya sedikit granula sitoplasma; sel granular merupakan tipe sel paling besar dengan nukleus yang lebih kecil dan terbungkus dengan granula sel semi granular merupakan tipe sel diantara hyalin dan granular”. Masing-masing tipe sel aktif dalam   reaksi   kekebalan tubuh, sebagai contoh, sel hyalin terlibat dalam fagositosis, sel  semi granular  aktif  dalam  enkapsulasi, sel granular aktif dalam penyimpanan  dan pelepasan proPO system dan sitotoksisiti.
Selain itu, respon seluler juga terjadi pada sistem pertahanan tubuh pada udang adalah fagositosis. Proses fagositosis dimulai  dengan perlekatan (attachment) dan penelanan (ingestion) partikel mikroba ke dalam sel fagosit. Sel fagosit  kemudian membentuk vacuola pencernaan (digestive vacuola) yang disebut fagosom. Lisosom (granula dalam sitoplasma fagosit) kemudian menyatu dengan fagosom membentuk fagolisosom. Mikroorganisme selanjutnya dihancurkan dan debris mikroba dikeluarkan  dari  dalam  sel  melalui  proses egestion (Gambar 1).   Pemusnahan partikel mikroba yang difagosit melibatkan pelepasan enzim ke dalam fagosom dan produksi ROI (reactive oxygen intermediate) yang kini disebut respiratory burst.
Hemosit berfungsi dalam enkapsulasi.  Hal ini, terjadi pada organisme yang memiliki tubuh  terlalu besar untuk fagositosis. Pada saat hemosit mengelilingi tubuh benda asing yang  besar, bagian sel terluar dari hemosit tetap berbentuk oval atau bulat sedangkan bagian   tengah sel menjadi datar dan pada fase berikutnya dilisis membentuk kapsul tebal berwarna coklat dan keras. Kapsul tersebut tidak diserap kembali dan tetap sebagai tanda enkapsulasi meskipun sudah tidak ada hemosit yang dikenal disitu. Hemosit juga berfungsi dalam formasi melanin pada fase akhir penyembuhan atau perbaikan luka. Enzim  yang terlibat dalam formasi melanin adalah phenoloxidase (PO) dan telah ditemukan terdapat dalam hemolim dan kulit arthropoda  .


Gambar 1. Proses fagositosis
Sumber: http://www.cliffsnotes.com/WileyCDA/CliffsReviewTopic/Phagocytosis.topicAticleId-8524
          Selain peroses selular, pertahanan tubuh pada udang juga terjadi proses hormonal, proses imun pertama pada udang adalah pengenalan mikroorganisme penyerang yang dimediasi oleh hemosit dan plasma  protein. Beberapa tipe modulator protein telah diketahui dapat mengenal komponen dinding       sel mikroorganisme seperti β-1,3-glucan- binding protein (BGBP), lipopolysaccharide-binding protein (LPS- BP), hemosit receptor yang mengikat plasmatic glucan-binding protein (PGBP) setelah PGBP bereaksi dengan β-1,3-glukan; peptidoglycan recognition protein yang mampu mengaktifkan phenoloxidase.
Enzim phenoloxidase (PO) terdapat dalam hemolim sebagai inactive pro-enzyme yang disebut  proPO. Transformasi proPO menjadi   PO   melibatkan   beberapa   reaksi dikenal  sebagai proPO activating  system (sistem aktivasi proPO).  Sistem ini terutama diaktifkan  oleh  beta  glukan, dinding sel bakteri  dan  LPS.  Sistem  aktivasi   proPO dipertimbangkan sebagai bagian dari sistem imun   yang   mungkin   bertanggung jawab terhadap proses  pengenalan benda asing dalam sistem pertahanan krustase    dan insekta. Sistem proPO dapat  digunakan sebagai marker kesehatan udang dan lingkungan  karena perubahan sistem proPO berkorelasi dengan tahap infeksi dan variasi lingkungan.
          Enzim phenoloxidase   (PO) bertanggung jawab terhadap proses melanisasi pada artropoda. Enzim ini mengkatalis hidroksilasi monophenol dan oksidasi phenol menjadi quinones yang  diperlukan untuk proses melanisasi sebagai respon terhadap penyerang asing dan selama proses penyembuhan. Quinone          selanjutnya diubah melalui suatu reaksi non-enzymatic menjadi  melanin dan sering dideposit pada benda yang dienkapsulasi, dalam nodul hemosit, dan pada daerah kulit     yang terinfeksi jamur. Produksi reactive oxygen species seperti superoxide anion dan hydroxyl radical selama pembentukan quonoid juga memainkan  peranan penting sebagai antimikroba. Reaksi biologi seperti fagositosis, enkapsulasi dan  nodulasi juga diaktifkan.
          Vaksinasi mungkin dapat meningkatkan aktivitas hemosit, fagositosis dan aktivitas opsonin. Pada invertebrata yang tidak         memiliki antibodi, lektin berfungsi sebagai molekul pengenal (recognition molecules) untuk aktivitas pertahanan seperti agregasi dan opsonisasi. Lektin  merupakan suatu set protein      yang secara spesifik mengikat pada molekul gula termasuk glikoprotein dan glikolipid. Hasil uji coba Namikoshi et al. (2004), menunjukkan bahwa penggunaan formalin-inactivate WSSV vaksin dapat meningkatkan resistensi P. japonicus  terhadap WSSV sepuluh hari setelah divaksinasi dengan metoda vaksinasi intramuskular. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wittevelt et al. (2003) juga memperlihatkan bahwa penggunaan  WSSV subunit vaksin dapat meningkatkan resistensi udang windu terhadap   WSSV meskipun udang tidak memiliki respon imun spesifik.

DAFTAR PUSTAKA
Dr.Ir. Gunanti Mahasri, M.Si. 2010. Sistem Pertahanan Tubuh Udang. [Bahan Kuliah] Bioteknologi Perikanan Dan Kelautan Fakultas Perikanan Dan Kelautan Universitas Airlangga

Mahasri G. 2008. Respon imun udang windu (Penaeus Monodon Fabricus) Yang diimunisasi dengan protein membran imunogenik mp 38 Dari Zoothamnium penaei. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Riset Kelautan danPerikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, 08 November 2008. Program Studi Budidaya Perairan, FKH-Unair, Email : mahasri@unair.ac.id

Manoppo H, Magdalena E.F. Kolopita. 2014. Respon imun krustase. Review Artikel Budidaya Perairan. Vol. 2 No. 2: 22 – 26

Putri Famelia Meta, Sarjito, Suminto. 2013. The Effect of Spirulina sp. Addition to Artificial Diet on the Total Haemocyte Count and Phagocytosis Activity of White Shrimp (Litopenaeus vannamei). Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 102-112 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Ridlo A, Pramesti R. 2009. Aplikasi Ekstrak Rumput Laut Sebagai Agen Imunostimulan Sistem Pertahanan Non Spesifik Pada Udang (Litopennaeus vannamei). Ilmu Kelautan. September 2009. Vol. 14 (3): 133-137

Suprapto. 2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Kekebalan dan Aplikasi Imunostimulan Pada Udang. Bidang Pengembangan Teknologi Budidaya



Comments

Popular posts from this blog

LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM OSMOSIS DAN DIFUSI

LEMBAR KERJA SISWA        I.             Judul                                        : pengamatan pengangkutan bahan pada tumbuhan melalui   osmosis     II.             Mata Pelajaran                         : biologi   III.             Kelas/Semester                         : xi/ganjil   IV.             Waktu                                      : 40 x 2 menit     V.             Petujuk Belajar                         : ·          Baca literature yang berhubungan dengan transport pada membrane ( difusi, osmosis, transport aktif, endositosis, eksositosis) ·          Baca cermat sebelum anda melakukan percobaan ·          Lakukan percobaan menurut langkah-langkah yang telah disajikan   VI.             Kopetensi yang ingin dicapai: Membandingkan mekanisme transport pada membrane ( difusi, osmosis, transport aktif, endositosis, eksositosis). VII.             Indikator                                  : Memahami proses osmosis dalam pengangkutan

MODEL PERSIAPAN MENGAJAR (MODEL ROPERS DAN MODEL SATUAN PELAJARAN)

MODEL PERSIAPAN MENGAJAR (MODEL ROPERS DAN MODEL SATUAN PELAJARAN) INDRA FAUZI 031 008 043 Abstract Teaching methods in the bunk in the form of learning plan for the material presented to be targeted and easily understood by learners to facilitate the delivery of material. Often found on the ground that the master teacher of a subject matter well but can not implement learning activities well. It happened because these activities are not based on specific learning model so that the results obtained by students studying low. There are several models of learning is on offer in the learning of several experts. As ROPERS model and model lesson units in the offer by the experts so as to implement the learning process well. In writing this article is intended for writers to understand about planning model preparation to teach mainly ROPERS model and the model units of learning. In writing this article using theory study where the authors obtain data based on theoretical studies from

EVOLUSI MAKHLUK HIDUP “KENAPA ULAR TIDAK MEMILIKI KAKI”

Indra F Sabban 14/372574/PBI/1279 A. Pendahuluan Reptil (binatang melata) adalah sebuah kelompok hewan vertebrata yang berdarah dingin dan memiliki sisik yang menutupi tubuhnya. Reptilia adalah tetrapoda (hewan dengan empat tungkai) dan menelurkan telur yang embrionya diselubungi oleh membran amniotik. Ular merupakan salah satu reptil yang paling sukses berkembang di dunia. Hal ini dibuktikan dengan keberadaannya sampai saat ini sebagai salah satu makhluk hidup yang mampu bertahan dengan kondisi lingkungannya sehingga mampu melestarikan keturunannya dalam jumlah yang melimpah. Ular adalah reptil yang tak berkaki dan bertubuh panjang. Akan tetapi, apabila dijumpai kasus-kasus kadal tak berkaki (misalnya Ophisaurus spp.) karakter ini menjadi kabur dan tidak dapat dijadikan pegangan. Oleh sebab itu, para ilmuwan berusaha meneliti terkait dengan asal usul ular, cara berjalan yang khas, habitat awal, terjadinya evolusi serta bentuk pertahanan dirinya untuk menjaga kelangsungan hidup